Gambang Keromong



     Gambang kromong (atau ditulis gambang keromong) adalah sejenis orkes yang memadukan gamelan dengan alat-alat musik Tionghoa, seperti sukong, tehyan, dan kongahyan. Sebutan gambang kromong diambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan kromong. Awal mula terbentuknya orkes gambang kromong tidak lepas dari seorang pemimpin komunitas Tionghoa yang diangkat Belanda (kapitan Cina) bernama Nie Hoe Kong.


    Bilahan gambang yang berjumlah 18 buah, biasa terbuat dari kayu suangking, huru batu, manggarawan atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya bila dipukul. Kromong biasanya dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah (sepuluh pencon). Tangga nada yang digunakan dalam gambang kromong adalah tangga nada pentatonik Cina, yang sering disebut salendro Cina atau salendro mandalungan. Instrumen pada gambang kromong terdiri atas gambang, kromong, gong, gendang, suling, kecrek, dan sukong, tehyan, atau kongahyan sebagai pembawa melodi.


    Dewasa ini juga terdapat istilah "gambang kromong kombinasi". Gambang kromong kombinasi adalah orkes gambang kromong yang alat-alatnya ditambah atau dikombinasikan dengan alat-alat musik Barat modern seperti gitar melodis, bas, gitar, organ, saksofon, drum dan sebagainya, yang mengakibatkan terjadinya perubahan dari laras pentatonik menjadi diatonik tanpa terasa mengganggu. Hal tersebut tidak mengurangi kekhasan suara gambang kromong sendiri, dan lagu-lagu yang dimainkan berlangsung secara wajar dan tidak dipaksakan.


    Pang Tjin Nio adalah Maestro lagu klasik Gambang Kromong yang pernah menjadi primadona pada tahun 1960-an ini dilahirkan di Banten, 1925. Berasal dari keluarga peranakan Cina. Ibunya orang Indonesia asli berasal dari Mauk, sebuah daerah pinggir pantai utara Tangerang, provinsi Banten, sedangkan ayahnya orang Tionghoa (Pang An Tjong). Memiliki nama asli Pang Tjin Nio, sedangkan nama Masnah sendiri merupakan panggilan dari orang. Nama tersebut dilengkapi dengan “encim” didepannya, yang merupakan panggilan umum perempuan peranakan Tionghoa.




Comments